Haul Cilongok 57

 
Tangerang 08 Januari 2016 Kp. Cilongok Desa Sukamantri Kecamatan Pasar Kemis, dipadati ribuan jamaah yang datang dari pelosok Indonesia, bahkan tamu dari luar negeri.
Yang menjadi daya tarik sehingga Kp. Cilongok didatangi dan dibanjiri umat islam, karena pada hari Minggu bertepatan dengan acara Haul Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Zaelani yang ke 57. 

Acara Haul Tuan Syekh dilaksanakan rutin setiap tahunnya, tepatnya dipesantren Al-Istiqlaliyyah di Kp.Cilongok, yang dipimpin oleh ulama besar dari kota Tangerang yaitu KH.Uci Turtusi. Para tamu dan jamaah yang datang untuk menghadiri Haul Tuan Syekh setiap tahunnya, selalu memadati Kp. Cilongok.

Dengan suara gema djikir bersama yang menggelegar hingga menggetarkan Kp.Cilongok, djikir bersama yang dipimpin oleh KH.Uci Turtusi terdengar sangat bergemuruh dari kejauhan, sehingga membuat hati para jamaah terhanyut dengan djikir, jamaah terlihat khusyu berdjikir mengucapkan kalimat thoyyibah kepada Allah SWT.

Hiruk pikuk para jamaah yang berlalulalang membuat jalan macet total, dengan sangat padatnya para jamaah yang menghadiri acara haul membuat berkah bagi para penduduk dan pedagang.

Tamu yang hadir dalam rangka memperingati acara haul antara lain :

Sambutan:

Bupati Tangerang  (diwakilkan)
Wahidin Halim  (tokoh banten)
Gubernur Banten (diwakilkan)
Tb. Fikri  (Qori)
Ky. Turmudzi  (ketua MUI)

Ceramah agama :

Habib Umar  (Pekalongan)
Syekh Abdul Aziz  (Amerika)
Syekh Fadhil   (Yaman)

Para pejabat seperti Bupati dan Gubernur tidak bisa menghadiri acara, mereka disibukan urusannya masing-masing. Tamu yang datang dari luar negeri yaitu Syekh Abdul Aziz dan Syekh Fadhil beserta rombongannya ikut meramaikan acara dan menyampaikan tausyiah ceramah agama.

Acara Haul membawa berkah bagi penduduk sekitar dan pedagang, mereka berjualan disepanjang bahu jalan menuju tempat acara diadakan, para penduduk sekitar memanpaatkan lahan kosong untuk menyiapkan tempat parkir, seperti halaman rumah yang kosongpun dimanpaatkan menjadi tempat parkir, parkir mobil disepanjang jalan hingga satu kilo jaraknya.

Dua hari sebelum acara dimulai, para jamaah yang datang dari berbagai daerah sudah datang dan menginap di masjid dan pesantren, mereka menantikan acara dijauh hari supaya bisa duduk dan berdekatan dengan para guru besar. Antusias para jamaah menghadiri acara haul tuan Syekh Abdul
Qadir Al-Zaelani sangat tinggi, terlihat dari berlangsungnya acara, Kp. Cilongok menjadi lautan manusia.

KH.Uci Turtusi adalah pengasuh pondok pesantren Al-Istiqlaliyyah, Beliau adalah ulama besar dari kota Tangerang-Banten. Dipondok pesantren inilah acara haul Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Zaelani rutin diadakan satu tahun sekali, setiap acara dihadiri oleh ribuan jamaah dari pelosok negeri, bahkan dari Timur Tengah dan negara lainnya ikut hadir dalam acara haul ini.





Syekh Hasan Munadi Ungaran

Makam Syekh Hasan Munadi
Desa Nyatnyono, Kecamatan Ungaran, kabupaten Semarang Jawa Tengah, dimakamkan seorang wali penyebar agama islam, yang bernama Syekh Hasan Munadi, beliau adalah putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, yang masih saudara kandung dengan Raden Fatah Sultan Demak, tapi lain ibu.

Syekh Hasan Munadi menikah dengan putri Ki Ageng Makukuhan dan dikaruniai putra bernama Syekh Hasan Dipuro, di lereng Gunung Sukroloyo Desa Nyatnyono inilah Syekh Hasan Munadi mengajarkan islam dan membuat pesantren. Semakin banyaknya yang belajar ilmu kepada Syekh Hasan Munadi maka dibuatlah masjid di Desa Nyatnyono, untuk memudahkan para pendatang beribadah yang datang dari berbagai daerah, Masjid yang dibangun oleh Syekh Hasan Munadi diberi nama masjid Subulussalam, hingga sekarang peninggalan masjid karomah Syekh Hasan Munadi masih berdiri kokoh seolah tidak lapuk dimakan zaman.

Makam Syekh Hasan Dipuro
Sejarah Pembangunan masjid Syekh Hasan Munadi di Desa Nyatnyono berbarengan dengan pembangunan 
yang dibangun oleh Raden Fatah Sultan Demak, karena pada waktu Kanjeng Sunan Kalojogo membuat dua sokoguru / tiang yang akan dibawa ke Demak, diminta satu sokoguru oleh Syekh Hasan Munadi untuk masjidnya yang sedang dibangun. Dengan bantuan Kanjeng Sunan Kalijogo dan restu para wali songo lainnya maka berdirilah masjid Syekh Hasan Munadi dengan kokoh, dan hingga sekarang masjid masih diperuntukan untuk beribadah umat islam.

Selain masjid, peninggalan Syekh Hasan Munadi salah satunya air karomah Sendang Kalimah Thoyyibah, sendang ini dibuat oleh Syekh Hasan Munadi dengan menancapkan tongkatnya ke batu, lalu keluarlah air mancur dari dalam lubang bekas tongkatnya, airnya sangat jernih dan bersih. Air karomah ini dipercaya bisa mengobati segala bermacam-macam penyakit dan untuk berbagai keperluan hajat lainnya, semuanya dengan izin Allah atas doanya kekaromahan Syekh Hasan Munadi.

Pintu masuk Sendang Kalimah Thoyyibah
Syekh Hasan Munadi menjabat sebagai Tumenggung di kesultanan Demak Bintoro, beliau seorang punggawa kerajaan Demak yang memimpin pasukan Demak, Syekh Hasan Munadi ditugaskan untuk menjaga keamanan kerajaan Demak, karena dengan kekuatannya bisa mengalahkan pasukan pemberontak Kesultanan Demak, pada waktu itu raja Demak adalah Raden Fatah yang masih saudara kandungnya.

Pada akhirnya Syekh Hasan Munadi lebih memilih istiqomah dan menanggalkan jabatan tumenggungnnya, beliau lebih fokus mensyiarkan agama islam ditanah Jawa. Hingga akhir hayatnya Syekh Hasan Munadi mengajar mengaji kepada para santrinya, Syekh Hasan Munadi meninggal dunia kisaran umur 130 tahun dan dimakamkan didekat masjid yang dibangunnya.

Sunan Muria

Pintu menuju makam
Raden Umar Said lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Muria, beliau adalah putra dari Kanjeng Sunan Kali Jogo. Raden Umar Said adalah salah satu dari sembilan walisongo yang ada di tanah jawa, gelar Sunan Muria dikarenakan beliau menetap diatas Gunung Muria yang jauh dari hiruk pikuk keduniawian, Sunan Muria membuka pesantren dan menetap diatas Gunung Muria sampai akhir hayatnya, dan dimakamkan diatas gunung Muria dimana beliau bertempat tinggal.

Pintu makam Sunan Muria
Semasa hidup Sunan Muria adalah seorang ulama dan mubaligh, beliau ikut andil dalam penyebaran agama islam dengan para walisongo lainnya, cara Sunan Muria menyebarkan ajaran islam tidak jauh berbeda dengan ayahnya Sunan Kalijogo, yaitu tetap melestarikan budaya adat jawa, dengan media kesenian jawa seperti gamelan, kidung kinanti, sinom, wayang, dan kesenian lainnya, Sunan Muria memperkenalkan ajaran islam.
 
Sunan Muria menjadikan kesenian sebagai media untuk mendekatkan diri dengan masyarakat, untuk memperkenalkan ajaran islam, kesenian yang dibawakan oleh Sunan Muria mengandung unsur-unsur islami, sehingga masyarakat lewat kesenian dapat belajar memahami dan mengerti apa itu islam. Kesenian adalah sarana alat dakwah sunan Muria sebagaimana yang dicontohkan ayahnya Sunan Kalijogo.
Makam Sunan Muria berada di lereng Gunung Muria Jawa Tengah, Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.
 
Dari tempat parkir kendaraan menuju komplek pemakaman masih lumayan jauh, ada dua jalan alternatif menuju pemakaman, para pengunjung bisa berjalan menaiki ratusan anak tangga, atau diantar oleh tukang ojek. Jika pengunjung memilih dengan berjalan kaki untuk menuju makam maka harus bersabar dan akan merasakan lelah, karena dengan ratusan anak tangga yang harus dilalui jalannya pun cukup menanjak.
Alternatif kedua pengunjung bisa diantarkan oleh tukang ojek yang sudah mengantri dipangkalan ojek yang sudah disediakan oleh pemerintah setempat, ongkos naik ojek dikenakan biaya 10 ribu rupiah, dengan naik ojek para penumpang bisa melihat panorama keindahan alam dari ketinggian gunung Muria yang sangat indah.

Buah khas gunung Muria adalah Parijoto, konon katanya buah Parijoto jika dimakan oleh ibu hamil maka calon bayinya akan ayu dan cerdas, dan jika dimakan oleh orang yang belum mempunyai keturunan maka akan lekas diberikan keturunan, dan buah delima disetiap musim selalu ada, yang dijual oleh pedagang.

foto: masgoffar@blogspot.com